JAKARTA, 14 Desember 2025 (LIGA335) – Pulau Sumatera dilanda ketidakstabilan pasokan Bahan Bakar Minyak (BBM) non-subsidi selama sepekan terakhir. Kelangkaan yang utamanya menyasar produk Pertamax dan Dex Series ini memicu antrean panjang dan keluhan di sejumlah wilayah, bertepatan dengan rencana finalisasi kuota impor BBM untuk operator swasta seperti Shell Indonesia dan Vivo Energy Indonesia.
Sumatera Utara dan Riau Terdampak Paling Parah
Laporan yang masuk ke meja redaksi menunjukkan bahwa gangguan pasokan terparah terjadi di wilayah perkotaan besar seperti Medan (Sumatera Utara) dan beberapa kabupaten di Riau. Banyak Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) terpaksa memasang tanda “Stok Kosong” untuk BBM jenis RON 92 ke atas.
Seorang pengusaha logistik di Medan, Bapak Rahmat Siregar (45), mengungkapkan kerugian operasional akibat kesulitan ini. “Kami harus menunda pengiriman karena sopir harus berburu Pertamax. Antrean di SPBU bisa memakan waktu dua jam. Ini jelas mengganggu rantai pasok,” keluhnya.
PT Pertamina (Persero) melalui Subholding Commercial & Trading (Patra Niaga) mengklaim telah melakukan Rerouting Supply dan menambah alokasi harian di Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) terdekat. Namun, pihak Pertamina belum merilis pernyataan resmi detail mengenai penyebab utama gangguan yang berlangsung cukup lama ini.
BPH Migas Tetapkan Kuota Impor untuk Shell dan Vivo
Di tengah isu kelangkaan tersebut, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) memastikan bahwa proses penetapan kuota impor BBM tahun 2026 untuk perusahaan swasta seperti Shell dan Vivo berjalan sesuai rencana.
Kepala BPH Migas, Erika Dwiastuti, menjelaskan bahwa penetapan kuota impor ini adalah langkah strategis untuk:
Diversifikasi Pasokan: Memastikan ketersediaan BBM tidak bergantung pada satu sumber atau operator.
Peningkatan Kompetisi: Mendorong persaingan harga yang sehat di segmen BBM non-subsidi.
“Kuota impor Shell dan Vivo akan segera disahkan. Ini penting agar mereka memiliki kepastian dalam perencanaan bisnis dan dapat membantu menstabilkan pasokan nasional, terutama di daerah-daerah yang rawan krisis,” ujar Erika Dwiastuti di Jakarta, kemarin.
Shell Indonesia dan Vivo Energy Indonesia diketahui mengajukan volume impor yang meningkat signifikan, sejalan dengan rencana agresif mereka untuk menambah titik SPBU di Jawa dan memperluas jaringan di luar Jawa. Kuota ini mencakup bensin (Gasoline) dan diesel (Gasoil) dengan spesifikasi Euro IV dan Euro V.
Antisipasi Lonjakan Permintaan Akhir Tahun
Analis Energi dari Universitas Indonesia, Dr. Yuni Kartika, menilai bahwa krisis pasokan di Sumatera bisa jadi dipicu oleh lonjakan permintaan mendadak menjelang libur akhir tahun, ditambah adanya kendala logistik.
“Pemerintah dan Pertamina harus transparan. Isu logistik di kepulauan sering kali menjadi bottleneck. Kehadiran Shell dan Vivo, dengan kuota impor yang jelas, akan menjadi ‘bantalan’ (buffer) yang baik untuk mencegah kekurangan stok, terutama di wilayah yang padat pengguna BBM non-subsidi,” jelas Dr. Yuni.
Dengan disahkannya kuota impor ini, pasar berharap agar stabilitas harga dan ketersediaan BBM non-subsidi dapat terjaga, sehingga masyarakat di Sumatera dan wilayah lain tidak lagi terbebani oleh antrean panjang di SPBU.
